Tertulis, sebuah rasa yang harus diungkapkan


Author : Nico an

Klik @nicoan45


Tertulis

Sebuah rasa yang harus diungkapkan

 

Bandung

Bandung, Januari 2021 dinginnya malam ini menyelimuti, entah beberapa tahun lamanya keinginan untuk berada di sini tidak ada sama sekali bahkan dalam catatan keiinginan kota tinggal yaitu, Malang, Jogja, Magelang. Banyak sekali mimpi untuk berada di sana lebih banyak dari beribu kisah yang membekas pada sel rindu, dan sekarang sudah berada di sini dengan yakin bahwa suatu saat nanti bisa untuk berada di semua catatan keiinginan kota tinggal, kini Bandung dan esok berharap untuk tidak lagi di sini.


Aku Tirto lebih lengkapnya Tirtodiharjo Mangkuwajan, yang lebih di kenal sebagai Tirto, seorang mahasiswa perfilman yang menempuh pendidikan di salah satu Universitas swasta di Jakarta dan telah lulus pada tahun 2020, kini telah terdampar di Bandung untuk sebuah tuntutan hidup, ya benar pekerjaan, saya mendapat tawaran pekerjaan di sebuah perusahaan film pendek yang cukup terkenal dan sangat ditunggu untuk setiap film baru yang akan tayang, tidak hanya di Bandung bahkan teman-teman di Jakarta menunggu setiap film baru yang akan tayang, berhubung aku memiliki kemampuan untuk menjadi penulis naskah yang baik dan pernah menjadi sutradara di beberapa film pendek di masa kuliah, profil aku di lirik dan perusahaan langsung menghubungi. tanpa berfikir panjang aku langsung menerimanya, tentu ini sebuah kesempatan baik untuk aku, mengembangkan potensi dan menerapkan ilmu yang aku miliki walau kadang ada sedikit merasa minder dan takut apabila yang aku kerjakan atau yang aku sajikan untuk produksi film tidak sesuai harapan karena saat ini aku berada di perusahaan film besar di Bandung. Kemarin Jakarta kini Bandung dengan sejuta kenangan yang tertinggal di Jakarta selama lebih dari empat tahun lamanya, bersamamu, bersamanya dan bersama mereka yang telah hadir dalam sebagian perjalanan hidup, kini semua itu hanya kenangan dan pastinya menjadi suatu kerinduan yang selalu melekat tanpa takut akan hilang dan tanpa takut akan benci, semua akan baik-baik saja tinggal bagaimana kita memelihara semua itu, terimakasih Jakarta kini aku pergi entah suatu saat pasti akan kembali, denganmu dengannya dan dengan mereka.

 

Pagi menyambut dengan semangat untuk memulai, bukan lagi untuk menyambut pagi menjadi seorang mahasiswa tetapi langkah awal menjadi seorang karyawan, ini hari pertama aku bekerja, aku diperintahkan langsung oleh Pak Budi untuk mengisi posisi tim penulis yang berkurang semenjak karyawan lama mengundurkan diri karena beberapa faktor, Pak Budi Sendiri adalah Manager dari perusahaan ini, jadi sekarang formasi tim Penulis sudah lengkap yang berjumlah tiga orang yaitu aku, Herman Kusuma dan Citradiani, mereka sekarang satu tim denganku, mereka lebih awal masuk daripada aku, bisa di bilang senior lah ya, Herman masuk pada tahun 2018 lalu, dia asli bandung dan Citra pada tahun 2017, paling senior di tim ini karena bekerja sejak masih di bangku kuliah, dia juga sama asli bandung, mereka asik, ramah, menyambutku dengan hangat, sebuah tim yang cocok, semoga bisa menghadirkan inovasi baru dan semangat baru. Setelah dari ruangan Pak Budi, karena harus mendapat perintah sebagai karyawan baru setelah itu aku langsung diperintahkan untuk menuju ruang kerja, aku bergegas menuju ruang kerja dan tak sabar rasanya bisa menjadi bagian dari produksi film di perusahaan ini, sudah sampailah aku di depan pintu ruang kerja tim penulis, lalu mengatur nafas dan mengetuk pintu itu serta memberi salam.

“tukk… tukk… tukk…” (suara pintu yang berbunyi setelah di ketuk)

“permisi, selamat pagi, saya Tirto yang diperintahkan Pak Budi untuk mengisi formasi di tim penulis” (sembari sedikit membuka pintu)

 

Salah satu orang di dalam menjawabnya, rupanya itu Citra:

“pagi, iya memang sebelumnya kita sudah mendapatkan informasi mengenai hal itu, silahkan masuk”

“terimkasih banyak” (sahut saya dengan nada gembira)

 

Akhirnya aku masuk ruangan tim penulis, rasanya tak sabar untuk memulai, dengan senyum semangat lalu aku mulai berkenalan.

“saya Tirtodiharjo Mangkuwajan, panggil saja Tirto, mohon arahannya ya untuk memulai disini, saya baru lulus soalnya, masih baru banget, minim pengalaman hihihi” (tersenyum tipisnya saya berkata)

“saya Citradiani panggil aja Citra, itu tenang aja kita di sini kan kerja sama tim”

“betul itu” (jawab Herman yang lupa berkenalan)

“oh iya, saya Herman, Herman Kusuma, kita juga masih belajar kok di sini, silahkan duduk”

“iya terimakasih” (jawab saya dan setelah itu langsung duduk)

 

Pada hari itu aku belum mulai bekerja karena asik mengobrol dengan mereka, menceritakan pengalaman mereka bekerja di sini, menceritakan karyawan yang pernah menjadi bagian tim penulis, suka duka, ya mungkin yang banyak diceritakan mereka sukanya sih daripada dukanya, seru pokoknya mendengar mereka bercerita, saya juga bercerita dong tidak hanya diam, karena mereka juga menjelaskan bahwa porsi kita di sini sama dan saling membantu, tidak sabar untuk memulai bekerja.


    Esok hari dimana saya mulai bekerja, seru juga sih pekerjaan ini, mungkin karena satu tim dengan orang-orang yang seru, atasan yang seru dan baik pula, bersyukur banget bisa bergabung bersama mereka di sini, semoga betah dan bisa membantu setiap masalah di tim ini. Hari-hari berikutnya masih sama, bekerja, bekerja dan bekerja, hingga pada suatu hari saya mendapat giliran tugas untuk menjadi pembimbing mahasiswa yang akan melakukan magang di perusahaan ini, karena menurut informasi yang saya dapat bahwa setiap tahun perusahaan ini menerima satu hingga dua kali mahasiswa magang, karena saya masih baru bekerja dan yang lain sudah sering menjadi pembimbing mahasiswa magang, sekarang saya yang ditugaskan Pak Budi untuk menjadi pembimbing mahasiswa magang atau bisa di sebut dengan kuliah kerja praktek bisa juga disebut praktek kerja lapangan dan lain sebagainya. Pengalaman berarti bagi saya bisa menjadi pembimbing. Jalani dengan senang hati, barangkali saja pulang-pulang dapat rejeki.

“aamiin” (sahut saya dengan sengajanya)

 

Nama-nama dari mahasiwa yang akan melakukan magang sudah terdaftar, ada empat mahasiswa semester enam yang akan magang di sini, semuanya perempuan.

“Alhamdulillah semoga saja ada yang cocok hehehe” (dengan spontan dan tersenyum tipis sendiri)


Mereka Della Rizky, Widia Purbasari, Nina Kramatjati dan Sekar Arum, mahasiswa perfilman dari salah satu Universitas swasta yang ada di Bandung, harusnya jam dua siang nanti mereka datang untuk registrasi dan pengenalan divisi terlebih dahulu. Di samping itu saya masih menunggu para mahasiswa magang ini tidak jauh dari pintu masuk kantor. Tepat jam dua siang mereka akhirnya datang juga, terkejutnya saya yang melihat mereka masuk, kelip bintang terasa biasa, dan entah mengapa jantung terasa berdetak lebih cepat, rasa gugup menyelimuti, saya rasa posisinya seperti terbalik, seperti menjadi mahasiswa magang lagi yang bertemu pembimbing, jadi merasa takut jika yang magang cantik-cantik seperti ini, takut bertabur asmara, enam bulan lagi program magang ini, fikiran dan hati mulai menghantui, apa yang harus dilakukan untuk enam bulan ke depan agar semua ini terlihat biasa saja. Yang pasti pada saat itu harus terlihat biasa saja. 


Tepat pada waktunya mereka lalu masuk dan terlebih dahulu menemui Pak Budi untuk laporan program magang mereka dan setelah itu menemui saya tepat di tempat saya duduk saat ini. Seperti yang belum pernah kuceritakan selama ini, tentang rasa takut dalam diri untuk berhadapan dengan seorang wanita yang menurutku bisa berpotensi besar untuk mengisi ruang hati yang telah lama kosong, rasanya lebih baik menulis satu buku daripada harus berhadapan seperti ini, rasa takut, gelisah, degdegan, rasanya ingin cepat-cepat menemui jam pulang.

 

       Bergetar tanganku ketika bertemu denganmu

       Udara memaksa masuk menuju hatiku

       Membuatnya lumpuh hingga membeku

       Menjatuhkan rindu untuk selalu ingin bertemu

       Tetapi malu untuk aku dapat menemuimu

       Ya itulah aku hanya bisa menatapmu dari jauh

 

Rasa cemas bercampur dengan rasa penasaran memenuhi setiap detik saat berhadapan dengan mereka, seperti sudah memiliki firasat akan berhadapan dengan cinta salah satu dari mereka atau mungkin dua, bisa jadi tiga, mungkin juga semuanya, atau tidak sama sekali, sudahlah fokus terlebih dahulu mungkin hanya anganku saja, dekat saja tidak berani apalagi bersama dengan salah satu dari mereka, yang penting kerja kerja kerja dulu deh, masalah hati bisa dipertemukan kemudian hari, untuk sekarang mulai melaksanakan tugas menjadi pembimbing mahasiswa magang, setelah mereka dari ruangan Pak Budi lalu mereka menemui saya dan langsung menuju ruangan magang yang sudah disediakan sebelumnya, saya memulai tugas di ruangan tersebut dengan perkenalan.

“selamat siang semuanya, perkenalkan nama saya Tirtodiharjo Mangkuwajan, selama enam bulan ke depan saya yang akan menjadi pembimbing kalian di sini, sejauh ini apakah ada pertanyaan” (dengan rasa gemetar yang tiba-tiba ikut menyelimuti)

 

Salah satu dari mereka menjawab, rupanya itu Della:

“untuk saat ini masih belum pak”

“mohon maaf nih, jangan panggil pak ya, panggil kakak saja, karena umur saya tidak jauh berbeda dengan kalian” (di panggil kakak supaya lucu saja gitu hehehehe)

“baik kak” (mereka menjawab secara bersamaan)

 

Mereka semua lalu berkenalan dengan saya, membuat suasana ruangan menjadi sejuk penuh tawa dengan menyembunyikan sekecil rasa yang ada untuk mereka, tanpa mereka tahu dan tanpa mereka curiga. Della lahir di Bandung tetapi asli Jogja dia memilih kuliah di Bandung, Bapaknya pernah tugas di Bandung jadi keluarganya harus menetap sementara di Bandung sekarang sudah kembali ke jogja, Widia asli Jogja ia ke Bandung hanya untuk menempuh pendidikan dan mencari suasana baru, sedangkan Nina asli Jakarta dan Sekar sendiri asli Bandung, orang Bandung asli, dan tentang diri saya sendiri yang belum saya ceritakan, saya lahir di daerah Pulau Biawak, asli warga Pulau Biawak, anak kedua dari pasangan Bapak Sastrodiharjo Mangkuwajan yang lebih di kenal sebagai Pak Sastro dan Ibu Dewi Melati Mangkuwajan yang lebih dikenal sebagai Ibu Melati, masih memiliki garis keturunan dari Raden Arya Wiralodra.


    Hari itu seperti biasanya perjumpaan pada bidang kerja, saya dan mahasiswa magang hanya menghabiskan waktu dengan menceritakan setiap pengalaman mengenai menulis naskah, membuat film, tugas-tugas penulis, di luar dari pekerjaan kita juga ceritakan, entah mereka senang atau tidak tetapi sejauh saya lihat mereka menikmati suasananya, ya begitulah caraku melakukan pendekatan emosional terlebih dahulu agar dapat memacu kinerja kerja, tanpa malu bertanya, tanpa malu berterima kasih,  mungkin sebagian orang berbeda caranya beradaptasi tetapi saya akan lebih memilih memulai untuk mencari tahu. 


      Esok hari di mana mereka mulai menjalankan tugas sebagai mahasiswa magang dengan sangat bersemangat, hari demi hari saya lalui dengan mereka, mulai tumbuh bibit rasa yang selama ini dikhawatirkan akan terjadi pada salah satu dari mereka, rasanya sesak, penasaran, ingin rasanya selalu dalam jarak pandang mata, entah bagaimana akan memulai, dirasakan atau diungkapkan, semuanya sekarang tentang pilihan tersulit dengan berdiam diri antara menyaksikan rasa yang kian tumbuh berakar dan mengungkap untuk memilih kian tumbuh atau secepatnya gugur dan saya memilih diam untuk tumbuh berakar karana dalam hal ini saya masih belum berani, cemas, takut meredupkan suasana magang yang sudah terbangun harmoni.

 

Sejauh mata memandang mungkin dirimu yang ku lihat, memilih bersabar untuk melihat luka yang akan dirasakan, jika rindu ini milikmu akan kuhadirkan berjuta kisah yang memenuhi setiap detik kenangmu


 

Dia Widia Purbasari, entah bagaimana hati ini bisa terketuk, yang pasti setelah melihatnya masuk ke dalam kantor hati ini merasakan getaran yang berbeda dengan teman-temannya yang lain walau mereka semua terbilang cantiknya rata tetapi hati ini pasti memiliki radarnya sendiri untuk memilih yang menurutnya berpotensi untuk saling merasakan kenyamanan. Untuk saat ini dan mungkin dalam waktu yang lama saya lebih baik memilih diam dari pada merusak suasana, jika memang benar dia, mungkin ada saatnya berbicara, jika tidak, masih dapat tertulis dalam kenang yang menjadikan rasa ini sesak tak bernafas.


 

Pada suatu hari dimana tidak seperti biasanya, mereka datang ke kantor sangat telat dan tidak mengabari saya sebelumnya, saya masih beranggapan positif, mungkin ada sesuatu hal yang terjadi atau macet di jalan, waktu menunjukan pukul sembilan pagi dan mereka sama sekali belum keliatan, ada apakah dengan mereka, di telfon tidak di angkat chat tidak di balas, sedikit kesal pada saat itu, dan tiba-tiba mereka tergesah-gesah menuju kantor, mungkin mereka sadar karana mereka telat, bisa terlihat karena saya berada di ruang depan kantor menunggu kedatangannya, ada yang aneh dalam fikiran saya, mereka datang bertiga tanpa Widia, saat itu saya masih berfikiran positif untuk menunggu keterangan dari mereka. Tibanya di kantor Della menjelaskan kepada saya.

“maaf kak kita sangat telat dan datang hanya bertiga karena dapat kabar mendadak Widia sedang sakit kak, kata dokter kena tipes, harus beristirahat lumayan lama, maaf juga karena belum sempat mengabari kakak” (dengan terburu-buru dia menjelaskan)

“harusnya kalian mengabari saya dulu tadi, pulang nanti kita sama-sama jenguk Widia ya, jadi mungkin kita pulang agak cepat” (cemas memikirkan Widia)



Mungkin kabar yang kurang mengenakan bagi saya, mendengar Widia sakit membuat saya kepikiran untuk segera menjenguknya, tetapi saya harus prioritaskan kerjaan terlebih dahulu. Mereka lalu masuk ke ruangan magang untuk menjalankan aktivitas seperti biasanya sembari mengobrol panjang lebar mengenai kejadian tadi pagi, rupanya gejala muncul ketika ingin berangkat ke kantor secara tiba-tiba merasa lemas dan pingsan, wajar saya khawatir karena Widia tinggal tanpa orang tua di Bandung alias ngekost dan ketiga dari mereka ngekost di tempat yang sama kecuali Sekar yang sudah menetap di Bandung. 



    Sore itu, tepat setelah bimbingan mahasiswa magang dan selesai lebih cepat dari biasanya bergegas untuk menjenguk Widia yang sedang sakit tak lupa juga membeli buah-buahan untuk memenuhi nutrisi Widia agar dapat segera pulih dari sakitnya, perjalanan yang tak jauh dari kantor membuat akses terbilang cukup mudah dan cepat untuk sampai, karena Bandung di sore hari sesak dan macet penuh kendaraan.

 

Angin tertiup menghembuskan berjuta Bahasa yang sulit di mengerti, hingga pada saatnya hujan membasahi kenang dengan derasnya membuat rindu semakin tenang, padamu aku bisa berbisik tentang perasaan selepas deras lalu mulai merintik

 

Memang begitulah perasaan, kadang harus di ungkap kadang juga hanya perlu memperhatikannya lebih agar terungkap, tentang kamu yang sampai detik ini masih menjadi titik hangat di hati. Sampailah di kediaman Widia kemudian masuk dan melihatnya terbaring lemas membuat hati ini ingin sekali selalu berada tepat di dekatnya, melihatnya alami tanpa sentuhan makeup membuat jantung ini berdetak sangat cepat, benar-benar memesona, dari sini saya bertekad untuk ingin memberi perhatian lebih kepada Widia dan selalu menjenguk Widia sampai ia sembuh, berhubung saya juga sedikitnya paham tentang medis dan merawat pasien karena cita-cita saya dulu adalah ingin menjadi Dokter, saya yakin mampu merawat Widia di saat saya menjenguknya. Lalu saya menanyakan kabar, kondisi dan sebagainya dengan teman-temannya juga.

“bagaimana Widia sekarang apakah sudah mendingan?” (tanya saya dengan begitu lembut dan perhatian)

“untuk sekarang sudah mulai mendingan kak, mungkin karena kebanyakan begadang ngurus tugas dan telat makan” (Widia menjawab sambil berbaring di tempat tidurnya)

“iya nih kak Widia emang yang suka telat makan” (Della memperjelas apa yang dikatakan Widia)

“husstttt” (jawab Widia sembari tersenyum)

“emang susah juga tuh kak kalo di bilangin” (Nina ikut menanggapi pernyataan dari Della)

“iya tuh kak, susah hehehe” (Sekar membenarkan apa yang di ucap Nina)

“mungkin butuh perhatian tuh kak, Widia kan masih sendiri, ahayyy” (sembari bercandanya Nina mengucap)

“nah cocok tuh kak” (Sekar ikut menanggapi ucapan dari Nina)

“ciee” (seketika Della, Nina dan Sekar kompak mengucap lalu mereka tertawa)

 

Seketika hati ini merasakan getaran kebenaran dari rasa yang belum tersampaikan, malu, seperti orang bingung melihat mereka bercanda mengenai perhatian, sama halnya dengan Widia yang hanya tersenyum melihat aksi dari teman-temannya, lalu kita melanjutkan percakapan demi percakapan agar membuat suasana hati dari Widia menjadi segar dan dapat segera pulih dari sakitnya. Kemudian saya pamit terlebih dahulu karena ternyata sudah hampir malam saya berada di tempat Widia bersama mereka, dan sekar yang tidak satu kost dengan mereka ia malam itu sudah dapat izin dari orang tuanya untuk menginap semalam di tempat Widia. Syukurlah mereka kompak dan memiliki keperdulian lebih kepada sesamanya, dan saya juga meliburkan mereka satu hari untuk menemani Widia yang sedang sakit.

“saya pamit pulang dulu ya” (bersiap untuk pulang)

“iya kak hati-hati” (mereka menanggapinya dengan hangat)

“terimakasih kak sudah menjenguk aku kak” (ucapan manis dari Widia)

“sama-sama, cepat sembuh ya” (menanggapinya dengan senyuman)

 

Sangat senang rasanya pada hari ini, ingin rasanya mengulangi hari-hari berikutnya dengan lebih manis. 

_LANJUTAN


     Esok hari dengan gagahnya mentari berani menyinari kediamanku, tak seperti biasanya Bandung di pagi hari sungguh sangat dingin, sekarang begitu hangat bagai dirimu yang terus melangkah di dalam hatiku. Pagiku mempersiapkan diri untuk datang menjenguk Widia lagi. Di tempat kost mereka para mahasiswa magang sedang membicarakan sesuatu sembari sarapan pagi bersama.

“hari ini kak Tirto mau ke sini lagi ya?” (tanya Sekar kepada teman lainnya)

“kemarin sih iya bilangnya begitu, tapi kurang tau juga” (Della menjawabnya)

“baik banget ya, seneng deh punya pembimbing perhatian ke mahasiswa magang seperti kita” (Nina ikut menanggapinya)

“mungkin kak Tirto suka dengan Widia hehehehe (Sekar menanggapi sembari tertawa tipis)

“husstttt, ngaco kamu, kak Tirto juga mungkin sudah punya kekasih” (menanggapi perkataan Sekar dengan bingung)

“punya kekasih dari mana, buktinya ponselnya ga pernah tuh bunyi ataupun di pegang-pegang aku lihat, biasanya kan orang yang punya kekasih sering pegang ponsel” (Sekar dengan serius menanggapinya)

“mungkin kak Tirto menghargai kita dengan tidak bermain ponsel saat di tempat kerja atau sedang bebas berbicara dengan kita” (Della menanggapi dengan bijak apa yang telah di sampaikan Sekar)

“Della benar juga tuh, secara di kantor juga mungkin punya aturan dan pribadi kak Tirto juga baik untuk menghargai seseorang saat sedang berbicara, emang Sekar main ponsel terus hehehehe (Nina menanggapi perkataan dari Della dan sedikit bergurau dengan Sekar)

“kan aku punya kekasih hehehehe. Secara tidak langsung kak Tirto mengajarkan kita sopan santun juga sih” (Sekar menjawab apa yang di katakana Nina)

“mantap” (Nina menanggapinya)

“sudah habisin dulu sarapannya, terus mandi nanti kak Tirto datang pada ribut” (Della berkata)

“kak Tirto kan sudah seperti teman kita juga, ga mandi juga ga masalah sepertinya” (Sekar menjawab perkataan Della)

“yakin ga mandi?” (Widia ikut menanyakan Sekar)

“yaudah mandi deh hehehehe” (Sekar menanggapinya sembari tersenyum)

 

Hangatnya pertemanan mereka telah aku rasakan sejak awal melihat mereka, sungguh pemandangan yang luar biasa. Pada dasarnya ketika kita berbuat baik dan perhatian kepada sesama suatu saat ataupun di saat itu kita pasti mendapatkan hal yang serupa, bahkan mungkin akan lebih bernilai.

 

Sore nanti aku masih memiliki janji untuk menjenguk Widia yang sedang sakit, bukan hanya itu, ada rindu yang menarikku untuk tepat berada di sampingnya.

 

Padamu aku bisa menunjukan rasa yang selama ini belum pernah kurasakan, dengan rindu yang semakin bergetar di saat sunyi menyelimuti kau satu-satunya rasa yang membuatku sadar bahwa denganmu rindu ini tak pernah pudar


Telah kusiapkan untuk berangkat menjenguk Widia, tak lupa juga ku bawakan buah-buahan untuk Widia agar dapat segera pulih dari sakitnya, lalu aku berangkat pada siang menjelang sore hari supaya terhindar dari macet nya Bandung pada sore hari, setelah sampai di tempat kost mereka dan rupanya Sekar juga masih setia bersama teman-temannya untuk merawat Widia dan pada saat itu mereka rupanya sedang menunggu kedatanganku yang telah kujanjikan kemarin, lalu aku menghampiri mereka dan melihat keadaan Widia yang masih berada di kamar bersama mahasiswa yang lainnya, keadaan Widia sedikitnya sudah membaik, mungkin hanya perlu nutrisi dan istirahat yang cukup untuk dapat segera pulih dari sakitnya agar dapat beraktivitas seperti biasanya. Seperti biasanya jika sudah bersama mereka obrolan mengenai tugas magang, aktivitas, pengalaman, kisah asmara atau apapun itu berasa seperti teman yang sudah lama dan tak tau waktu. Sudahlah nikmatilah hari ini untuk dapat lebih baik di hari esok

Bersambung.

dilanjut nanti ya.


Copyright © 2021 kokicantik Media Creative



Komentar

  1. Semangatt min, penasaran sama cerita selanjutnyaaa🤭😍

    BalasHapus
  2. Woowwww keren penasaran kelanjutannyaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih banyak, hari ini ya lanjutannya pukul 17.00

      Hapus
  3. terimakasih banyak, jangan lupa update "Tertulis" setiap minggu pukul 17.00 dan chapter II akan segera rilis

    BalasHapus
  4. Widia malu² kucing, kalo tirto malu² buaya haha

    BalasHapus
  5. Balasan
    1. terimakasih banyak.
      jangan sampai ketinggalan lanjutannya ya

      Hapus

Posting Komentar